Nov 5, 2012

Napak-tilas Perjalanan dan Manasik Haji



Ibadah haji merupakan salah satu rukun islam yang wajib diimani dan dijalankan oleh seorang muslim yang mampu untuk melaksanakannya. Yang dimaksud dengan 'mampu' di sini adalah mampu secara jasmani dan rohani, serta secara finansial. karena ibadah ini merupakan ibadah terberat bagi seorang muslim. Karena harus menempuh perjalanan jauh (bagi umat islam yang tidak berdomosili di Makkah dan sekitarnya) yang membutuhkan biaya besar dan kesiapan jasmani yang baik.

Namun, dibalik perjalanannya yang berat terdapat pahala dan hikmah yang sangat besar disetiap manasiknya. Karena setiap manasik haji yang dilakukan adalah napak-tilas dari perjalanan hamba-hamba Allah yang taat pada-Nya. Seperti perjalanan kisah sebuah keluarga yang taat dan patuh pada perintah Allah SWT, yaitu keluarga Nabi Ibrahim as. Mulai dari perjalanan Kenabian beliau sampai pada pengorbanan seorang hamba pada Tuhannya yang semua dilakukan semata-mata karena untuk menjalankan perintah-Nya dengan penuh keikhlasan.

Berikut ini beberapa bentuk manasik haji yang bisa kita napak-tilasi selain dari sisi keibadahannya.


1.       Talbiah




Dalam melaksanakan ibadah haji, kita disunnahkan untuk banyak berdzikir dan mengucap kalimat talbiah. Yaitu labbaika Allahumma labbaik labbaikka laa syariika laka labbaik inna alhamda wa anni’mata laka wa almulka laa syariika laka.

Menurut Ibnu Abd al-Barri yang diambil dari perkataan para ahli ilmu bahwa makna dari kalimat talbiah adalah jawaban terhadap seruan Nabi Ibrahim as. kepada umatnya ketika Allah mengizinkan umatnya untuk melaksanakan ibadah haji setelah ka’bah selesai dibangun.

Nabi Ibrahim as.berseru kepada umatnya: “ Wahai manusia sekalian diwajibkan atas kamu menunaikan ibadah haji ke Bait al-‘Atiq”. Dan mereka menjawab seruan tersebut dengan mengucapkan kalimat talbiah.

Sedangkan menurut Ibn al-Munir dalam kitab al-Hasyiyah beliau mengatakan bahwa disyari’atkannya mengucapkan kalimat talbiah adalah sebagai penghormatan dan pemuliaan Allah kepada hamba-Nya yang datang berbondong-bondong menuju rumah-Nya untuk beribadah dan bermunajat kepada-Nya.

2.       Thawaf



Thawaf termasuk salah satu rukun haji yang wajib dikerjakan oleh orang yang melaksanakan ibadah haji. Jika thawaf di ka’bah ini ditinggalkan maka tidak sah hajinya.

Thawaf di ka’bah sudah dilakukan sejak zaman Nabi Ibrahim as. Sejak beliau selesai membanngun ka’bah bersama putra tercintanya Nabi Isma’il as. Dan Allah mengizinkan umat beliau untuk melaksanakan ibadah haji.

Manasik haji yang disyariatkan pada masa Nabi Ibrahim as. Berbeda dengan manasik haji yang disyariatkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang sama diantara rangkaian manasik kedua syariat tersebut adalah thawaf di ka’bah.

3.       Sa’i antara bukit Shafa dan Marwah




Sa’i antara bukit Shafa dan Marwah adalah napak-tilas dari kisah Nabi Ismail as. bersama ibundanya Siti Hajar. Suatu ketika Nabi Ibrahi as. menerima wahyu dari Allah untuk membawa Siti Hajar bersama putranya Ismail ke sebuah lembah yang tidak berpenghuni dan kering kerontang. Sebagaimana yang tertulis dalam surat Ibrahim ayat 37. Sesampainya di lembah tersebut yang sekarang dikenal dengan nama kota Makkah, Nabi Ibrahim as. meninggalkan keduanya tanpa mengucapkan sepatah katapun, dan hanya meninggalkan sedikit makanan dan air.

Ketika Nabi Ibrahaim as. melangkah untuk meninggalkan anak dan istrinya, Siti Hajar mengikutinya dari belakang sambil berkata:”Wahai suamiku… Hendak kemanakah engkau? Apakah engkau akan meninggalkan kami di lembah yang tidak berpenghuni ini?”. Namun Nabi Ibrahin tidak menjawabnya dan terus berjalan. Kemudian Siti Hajar kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama tetapi tetap tidak mendapat jawaban. Hingga akhirnya Siti Hajar menyadari bahwa yang dilakukan oleh suaminya adalah karena perintah Allah dengan mengatakan:”Apakah ini perintah Allah?”. Nabi ibrahim pun akhirnya menjawab:”Iya. Benar “. Siti Hajar pun menjawab:” kalau begitu kami tidak akan merasa takut karena Allah bersama kami yang Dia jugalah yang memerintahkanmu untuk mengirim kami ke lembah ini”.

Setelah beberapa hari selepas ditinggal Nabi Ibrahim as., habislah perbekalan mereka. Keduanya pun kehausan dan diiringi dengan tangisan Nabi Ismail yang membuat Siti Hajar merasa sangat khawatir. Sehingga beliau berlari mencari air dan mendaki bukit Shafa, namun beliau tidak menemukannya. Kemudian beliau kembali melihat Nabi Ismail yang semakin pecah tangisannya karena kehausan. Kemudian beliau berlari menuju bukit Marwah. Dan di sana beliaupun tidak menemukan air. Dan beliau terus berlari memutari lembah bukit Shafa dan Marwah hingga sebanyak tujuh kali. Dan setelah beliau merasa lelah beliau kembali ke tempat Nabi Ismail diletakkan. Dan alangkah terkejutnya beliau karena dari gertakan kaki mungil Nabi Ismail mengalir mata air yang sangat jernih yaitu mata air zamzam.

Dari sinilah disyariatkan dalam manasik haji sa’I antara bukit Shafa dan Marwah untuk mengingat perjuangan Siti Hajar dan Nabi Ismail as. dalam memenuhi perintah Allah dan ikhlas menjalaninya serta tidak takut meski berada di lembah yang gersang tak berpenghuni. Dan keyakinan yang sangat kuat bahwa Allah tidak akan meninggalkan hamba-Nya yang berada di jalan-Nya.

4.       Jamarat




Melempar jumroh adalah termasuk salah satu wajib haji. Yang jika ditinggalkan, hajinya tetap sah tetapi diharuskan untuk membayar dam (denda). Melempar jumroh terdiri dari 3 bagian. Yaitu jumroh ula, wustha dan ‘aqabah.

Adapun napak tilas dari lempar jumroh ini adalah bahwa dahulu kala  Nabi Ibrahim as. ketika melawan iblis beliau melemparinya dengan batu kerikil kecil. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. bahwasanya ketika Nabi Ibrahim as. diperintahkan untuk melakukan manasik haji, syaitan menghalangi beliau ketika sedang sa’i dan mendahuluinya, kemudian Nabi Ibrahim mendahuluinya juga. Kemudian ketika malaikat Jibril dan Nabi Ibrahim menuju jumrah ‘aqabah keduanyapun dihalangi oleh syaitan, maka keduanya melempari syaitan tersebut dengan tujuh batu kecil dengan tujuh kali lemparan. Begitupula ketika keduanya hendak menuju jumrah Wustha, syaitan menghalangi kembali dan keduanya kembali melemparinya dengan batu kecil sebanyak tujuh kali lemparan (HR. Ahmad).


5.       Qurban



Perintah untuk berqurban pada hari raya idul adha adalah salah satu bentuk napak tilas dari kisah kesabaran dan keikhlasan seorang ayah bersama putra tercintanya yaitu Nabi Ibrahim as. dan Nabi Ismail as.

Ketika Nabi Ismail as. Beranjak dewasa, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya melalui mimpi untuk menunjukkan ketaatannya pada Tuhannya. Maka dengan penuh rasa sedih beliau mendatangi putranya dan menceritakan mimpi yang beliau lihat dalam tidurnya. Sebagaimana yang tertulis dalam surat As-Shaffat ayat 102. Dengan penuh kesabaran dan keikhlasan Nabi Ismail as. menerima perintah Allah.

Dan manakala Nabi Ibrahim telah siap untuk menyembelih putra kesayangannya semata-mata hanya karena Allah dan mentaati perintahnya, Allah menurunkan wahyu dan mendatangkan seekor kambing putih yang besar dari syurga sebagai ganti dari putranya. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh ibnu Abbas ra. Tentang firman Allah SWT yang berbunyi و فديناه بذبح عظيم  yaitu didatangkan padanya (Ibrahim as) kambing dari syurga.

Dari kisah tersebut hikmah yang dapat kita ambil adalah tentang ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya dan kesabaran serta keikhlasan dalam menerima dan menjalani perintah Tuhannya. Apapun itu harus rela untuk dikorbankan karena pada hakikatnya semua yang kita punya adalah milik-Nya.

Semoga kita bisa selalu seperti Nabi Ibrahim yang sangat taat pada perintah Tuhannya dan bisa sesabar dan seikhlas Nabi Ismail yang menyerahkan segala jiwa dan raganya untuk ibadah kepada Allah SWT.

*sumber foto google